Survei baru yang digelar tim peneliti Gallup and Healthways ini menunjukkan bahwa perokok memiliki kesehatan emosional yang lebih buruk ketimbang bukan perokok. Skor dalam indeks kesehatan emosionalnya mencapai 72, dibandingkan dengan bukan perokok yang skornya 81,1. Demikian dilansir Huffingtonpost, Rabu (3/7/2013).
Indeks tersebut didasarkan pada survei yang menanyakan bagaimana kondisi kesehatan mental para responden sehari sebelum mengikuti survei. Apakah mereka belajar atau melakukan hal-hal menarik, stres, sedih, marah, khawatir dan diperlakukan dengan hormat, atau tidak.
"Sekitar 9 dari 10 perokok mengaku menyesal pernah memulai kebiasaan ini. Untuk itu perlu dicatat bahwa merokok adalah pilihan gaya hidup yang dapat dicegah sekaligus dapat berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan emosional seseorang," terang peneliti.
"Apalagi perokok diketahui lebih sering mengalami emosi negatif ketimbang bukan perokok, diantaranya stres, cemas dan sedih, tapi apakah emosi negatif inilah yang memicu kebiasaan merokok atau sebaliknya, kami belum tahu pasti," tambahnya.
Untuk keperluan survei ini, peneliti melakukan 83.000 wawancara yang dilakukan antara tanggal 3 Januari hingga 18 Juni tahun ini. Selain fakta di atas, dari wawancara tersebut peneliti juga menemukan tren lain berkaitan dengan kesehatan emosional perokok, yakni:
- Terkait dengan pendapatan responden, perokok dilaporkan memiliki kesehatan emosional yang lebih buruk daripada bukan perokok.
Di antara orang-orang yang mempunyai pendapatan kurang dari USD 36.000 per tahun, skor indeks kesehatan emosional perokok dan bukan perokok adalah 68 versus 77; sedangkan di antara orang-orang yang pendapatannya antara USD 36.000-90.000 per tahun, perbandingan skor kesehatan emosional antara perokok dan bukan perokok adalah 76 versus 82.
Terakhir, di antara orang-orang yang berpenghasilan lebih dari USD 90.000 per tahun, perokok mencatatkan skor indeks kesehatan emosional sebesar 78, sedangkan bukan perokok mencapai 84.
- Perokok juga mengaku lebih sering mengalami stres atau tekanan harian ketimbang bukan perokok. Saat disurvei, 50 persen perokok mengaku tertekan dengan apa yang dilakukannya kemarin, sedangkan bukan perokok yang merasakan stres hanya 37 persen.
Begitu pula dengan kekhawatiran yang dialami responden sehari sebelum mengikuti survei. 40 persen perokok mengaku merasa khawatir dengan apa yang dilakukannya kemarin, sedangkan bukan perokok yang mengaku khawatir dengan hari kemarin jumlahnya hanya 28 persen.
- Perokok lebih cenderung didiagnosis dengan depresi klinis: 26 persen versus 15 persen.
- Sehari sebelum survei, perokok lebih sering dilaporkan merasakan kemarahan atau kesedihan dibandingkan bukan perokok. 22 Persen perokok dilaporkan merasa marah dan 25 persen merasakan kesedihan, padahal bukan perokok yang marah hanya sebanyak 12 persen dan yang sedih hanya 16 persen.
Terlepas dari itu, para perokok juga dilaporkan mengalami emosi positif meski tak sebesar bukan perokok. Peneliti mengungkap bahwa sehari sebelum survei 83 persen perokok merasa bahagia dan 78 persen perokok mengaku bersenang-senang sehari sebelum survei, sedangkan persentase pada bukan perokok masing-masing 89 persen dan 86 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar